Seorang pengusaha tahu di suatu wilayah sejuk bernama Jumo mempunyai seorang karyawan bernama Wondo yang seringkali datang terlambat. Karena keterlambatannya, terjadi kekosongan estafet tenaga yang mengganggu produksi kecil ini.
Bila mendapat peringatan lisan dari Karyo, majikannya, Wondo berkata bahwa dia akan membayar kelambatan itu dengan menambah jam kerja pada waktu pulang.
Tentu hal ini tetap merupakan kesalahan karena tidak boleh karyawan datang terlambat, kemudian "menebus" dengan tambah jam kerja. Untuk memecat karena kesalahan terlambat, Karyo tidak tega, apalagi mengingat bahwa Wondo mempunyai hasil produksi yang baik.
Suatu hari Karyo menyediakan satu papan dari kayu seukuran papan tulis kecil yang diletakkan di ruang produksinya. Kemudian dipanggilnya Wondo dan diberinya tugas untuk memasang satu paku bila dia datang terlambat. Kalau sampai karena pekerjaan dan kerajinannya Wondo pulang lambat, dia diperbolehkan mencabut satu paku.
Wondo bertanya mengapa ada tugas aneh yang tidak ada kaitannya dengan produksi tahu. Karyo tersenyum dan minta Wondo mau melaksanakan tugasnya dengan baik dan Wondo mentaati.
Hari berjalan sesuai dengan prosesnya. Bila Wondo datang terlambat, dia memasang satu paku pada papan tersebut dengan martil. Untuk menunjukkan kesetiaanya, sebagai "penebus", bila dia pulang lambat dengan semangat dia mengambil tang untuk mencabut satu paku. Begitu berjalan beberapa saat tanpa ada komentar dari Karyo, majikannya.
Setelah berjalan hampir satu bulan, tergelitik keinginan Wondo untuk mengetahui maksud "tugas aneh ini". Dia menghadap sang majikan, kemudian melaporkan bahwa tugasnya sudah dilaksanakan dengan baik. Dia bisa membuktikan bahwa jam kerja telah dipenuhi, sehingga sebenarnya Karyo tidak ada kerugian jam kerja.
Dengan tenang Karyo mengamati-amati papan yang dipasang di ruang produksi tersebut. Hanya ada satu paku yang terpasang, bararti pagi tadi Wondo juga datang terlambat.
" Tadi kamu datang terlambat lagi, Wondo", kata Karyo.
" Ya, Pak", tapi nanti paku itu pasti saya cabut karena saya akan menyelesaikan tugas Bapak melebihi jam kerja saya."
" Bagus". Kata Karyo. " Saya berterima kasih kamu mau menyelesaikan tugasmu hingga pulang beberapa waktu setelah karyawan lainnya pulang"
" Ya, Pak", karena saya menebus kelambatan saya"
Karyo dengan wajah tenang berkata lagi: "Bagini, Wondo, saya sebenarnya tidak menginginkan kamu pulang lembih lambat, namun kamu memaksakan hal itu. Kamu telah merusak disiplin kerja pada dirimu sendiri".
Wondo masih belum menyadari masalah ini dalam hubungan kerja pada perusahaan dengan managemen kekeluargaan ini.
" Saya ingin papan ini tidak pernah dipaku karena kamu tidak terlambat, bukannya pagi hari kamu memasang paku, kemudian sore hari kamu mencabutnya. Bagaimanapun, kesalahan tetap kesalahan yang membekas seperti bekas paku pada papan ini.
Besok papan ini akan saya ganti dengan yang baru, dan mulai besok kamu tidak boleh datang terlambat lagi sehingga papan ini akan tetap bersih"
Pembaca yang budiman, demikian perumpamaan bekas paku dalam setiap perbuatan salah yang kita lakukan. Orang sekitar kita akan lebih banyak menyimpan kesan kesalahan daripada menyimpan kesan kebaikan.
Olehkarena itu, marilah kita berusaha untuk tidak berbuat salah karena kesalahan kita akan membekas pada setiap pikiran orang di sekitar kita seperti bekas paku pada papan di pabrik tahu tersebut. Bagaimanapun caranya kita mencoba memperbaiki kesalahan, kesan perbaikan tersebut tidak berarti karena bekas catatan kesalahan kita sangat membekas pada pihak lain, apalagi kalau kesalahan kita tersebut membuat kerugian bagi pihak lain.
Olehkarena itu, setiap pagi hendaknya kita bertekad untuk tidak melakukan kesalahan. Itupun masih ada kesalahan yang kita lakukan. Pada keesokan harinya, kita kaji lagi berapa kesalahan yang sudah kita lakukan, kemudian kita memperbaharui tekad untuk tidak melakukan kesalahan.
Ternyata sangat sulit untuk hidup tanpa melakukan kesalahan. Selama ada tekad untuk tidak melakukan kesalahan, kebijaksanaan akan bertambah dan makin tenanglah kita menempuh kehidupan ini.
Semoga makin banyak orang yang mau belajar bertekad demikian sehingga hidup jadi lebih sukses.
Diambil dari tulisan D Henry Basuki *Pengamat budaya* @ andriewongso.com